بسم اللّٰه الرحمن الرحيم
Imam at-Tairmidzy al-Hakim, seorang filosuf agung dan Sufi terbesar di
zamannya pernah menulis tentang Khatamul Auliya’ (Pamungkas para wali),
sebagai konsep mengembangkan pamungkas para Nabi (Khatimul Anbiya’). Ibu
Araby dalam kitabnya yang paling komprehensif sepanjang zaman,
Al-Futuhatul Makiyyah. Disanalah Ibnu Araby menjawab 155 pertanyaan
dalam Khatamul Auliya’-nya At-Tirmidy. Dalam pertanyaan pertama
berbunyi:
Berapakah Manazil (tempat pijakan ruhani)
Ibnu Araby menjawab: Ketahuilah bahwa manazil Auliya’ ada dua macam.
Pertama bersifat Inderawi (hissiyah) dan kedua bersifat Maknawy. Posisi
pijakan ruhani (manzilah) yang bersifat inderawi, adalah syurga, walau
pun di syurga itu ada seratus jumlah derajatnya. Sedangkan manzilah
mereka di dunia yang bersifat inderawi adalah ahwal mereka yang
seringkali melahirkan sesuatu yang luar biasa. Diantara mereka ada
ditampakkan oleh Allah seperti Wali-wali Abdal dan sejenisnya. Ada juga
yang tidak ditampakkan seperti kalangan Wali Malamatiyah serta para kaum
‘Arifin yang agung, jumlah pijakan mereka lebih dari 100 tempat pijakan
ruhani. Setiap masing-masing tempat itu berkembang menjadi sekian
tempat yang begitu banyak. Demikian pijakan ruhani mereka yang bersifat
inderawi di dua alam (dunia dan akhirat).
Sedangkan yang bersifat Maknawy dalam dimensi-dimensi kema’rifatan, maka
manzilah mereka 248 ribu tempat pijakan ruhani hakiki yang tidak dapat
diraih oleh ummat-ummat sebelum Nabi kita Muhammad SAW, dengan rasa
ruhani yang berbeda-beda, dan masing-masing rasa ruhani memiliki rasa
yang spesial yang hanya diketahui oleh yang merasakan.
Jumlah tersebut tersari dalam empat maqamat: 1) Maqam Ilmu Ladunny, 2)
Maqam Ilmu Nur, 3) Maqam Ilmu al-Jam’u dan at-Tafriqat, 4) Maqam Ilmu
Al-Kitabah al-Ilahiyyah. Diantara Maqamat itu adalah maqam-amaqam
Auliya’ yang terbagi dalam 100 ribu lebih maqam Auliya, dan
masing-masing masih bercabang banyak, yang bisa dihitung, namun bukan
pada tempatnya mengurai di sini.
Mengenai Ilmu Ladunny berhubungan dengan nunasa-nuansa Ilahiyah dan
sejumlah serapannya berupa Rahmat khusus. Sedangkan Ilmu Nur, tampak
kekuatannya pada cakrawala ruhani paling luhur, ribuan Tahun Ilahiyah
sebelum lahirnya Adam as. Sementara Ilmu Jam’ dan Tafriqah adalah Lautan
Ilahiyah yang meliputi secara universal, dimana Lauhul Mahfudz sebagai
abian dari Lautan itu. Dari situ pula melahirkan Akal Awal, dan seluruh
cakrawala tertinggi mencerap darinya. Dan sekali lagi, para Auliya
selain ummat ini tidak bisa menyerapnya. Namun diantara para Auliya’ ada
yang mampu meraih secara keseluruhan ragam itu, seperti Abu Yazid
al-Bisthamy, dan Sahl bin Abdullah, serta ada pula yang hanya meraih
sebagian. Para Auliya’ di kalangan ummat ini dari perspektif pengetahuan
ini ada hembusan ruh dalam lorong jiwanya, dan tak ada yang sempurna
kecuali dari Auliya’ ummat ini sebagai pemuliaan dan pertolongan Allah
kepada mereka, karena kedudukan agung Nabi mereka Sayyidina Muhammad
SAW.
Di dalam pengetahuan tersebut tersembunyi rahasia-rahasia ilmu
pengetahuan yang sesungguhnya berada dalam tiga pijakan dasar ruhani
pengetahuan: 1) Pengetahuan yang berhubungan dengan Ilahiyyah, 2)
Pengetahuan yang berhubungan dengan ruh-ruh yang luhur, dan 3)
Pengetahuan yang berhubungan dengan maujud-maujud semesta.
Yang berhubungan dengan ilmu ruh-ruh yang luhur menjadi beragam tanpa
adanya kemustahilan kontradiktif. Sedangkan yang berhubungan dengan
maujud alam beragam, dan memiliki kemustahilan dengan kontradiksi
kemustahilannya.
Jika pengetahuan terbagi dalam tiga dasar utama itu, maka para Auliya’
juga terbagi dalam tiga lapisan: Lapisan Tengah (Ath-Thabaqatul Wustha),
memiliki 123 ribu pijakan ruhani, dan 87 manzilah utama, yang menjadi
sumber serapan dari masing-masing manzilah yang tidak bisa dibatasi,
karena terjadinya interaksi satu sama lainnya, dan tidak ada yang meraih
manfaatnya kecuali dengan Rasa Khusus. Sementara lapisan yang sisanya,
(dua lapisan) muncul dengan pakaian kebesaran dan sarung keagungan.
Hanya saja keduanya yang menggunakan sarung keagungan itu memiliki
mazilah lebih dari 123 ribu itu. Sebab pakaian kebesaran merupakan
penampakan dari AsmaNya Yang Maha Dzahir, sedangkan sarungnya adalah
penampakan dari AsmaNya Yang Maha Batin. Yang Dzahir adalah asal
tonggaknya, dan Yang Batin adalah karakter baru, dimana dengan
kebaruannya muncullah pijakan-pijakan ruhani (manazil) ini.
Cabang senantiasa menjadi tempatnya buah. Maka apa yang ditemukan pada
cabang itu merupakan sesuatu yang tidak ditemukan dalam tonggaknya,
yaitu buah. Walaupun dua cabang di atas itu munculnya dari satu tonggak
utamanya yaitu AsmaNya Yang Maha Dzahir, tetapi hukumnya berbeda.
Ma’rifat kita kepada Tuhan, muncul setelah kita mengenal diri kita,
sebab itu “Siapa yang kenal dirinya, kenal Tuhannya”. Walaupun wujud
diri kita sesungguhnya merupakan cabang dari dari Wujud Rabb. Wujud Rabb
adalah tonggal asal, dan wujud hamba adalah cabang belaka. Dalam
Martabat bisa akan mendahului, sehingga bagiNya ada Nama Al-Awwal, dan
dalam suatu martabat diakhirkan, sehingga ada Nama Yang Maha Akhir.
Disatu sisi dihukumi sebagai Asal karena nisbat khusus, dan dilain sisi
disehukumi sebagai Cabang karena nisbat yang lain. Inilah yang bisa
dinalar oleh analisa akal. Sedangkan yang dirasakan oleh limpahan
Ma’rifat Rasa, maka Dia adalah Dzahir dari segi bahwa Dia adalah Batin,
dan Dia adalah Batin dari segi kenyataanNya Yang Dzahir, dan Awwal dari
kenyataanNya adalah Akhir, demikian pula dalam Akhir.
Sedangkan jumlah para Auliya yang berada dalam manzilah-manzilah itu,
ada356 sosok, yang mereka itu adala dalam kalbu Adam, Nuh, Ibrahim,
Jibril, Mikail, dan Israfil. Dan ada 300, 40, 7, 5, 3 dan 1. Sehingga
jumlah kerseluruhan 356 tokoh. Hal ini menurut kalangan Sufi karena
adanya hadits yang menyebut demikian.
Sedangkan menurut thariqat kami dan yang muncul dari mukasyafah, maka
jumlah keseluruhan Auliya yang telah kami sebut diatas di awal bab ini,
sampai berjumlah 589 orang. Diantara mereka ada 1 orang, yang tidak
mesti muncul setiap zaman, yang disebut sebagai al-Khatamul Muhammady,
sedangkan yang lain senantiasa ada di setiap zaman tidak berkurang dan
tidak bertambah. Al-Khatamul Muhammady pada zaman ini (zaman Ibnu Araby,
red), kami telah melihatnya dan mengenalnya (semoga Allah
menyempurnakan kebahagiaannya), saya tahu ia ada di Fes (Marokko) tahun
595 H.Sementara yang disepakati kalangan Sufi, ada 6 lapisan para
Auliya’, yaitu para Wali : Ummahat, Aqthab; A’immah; Autad; Abdal;
Nuqaba’; dan Nujaba’.
Pada pertanyaan lain : Siapa yang berhak menyandang Khatamul Auliya’
sebagaimana gelar yang disandang Khatamun Nubuwwah oleh Nabi Muhammad
SAW.? Ibnu Araby menjawab:
Al-Khatam itu ada dua: Allah menutup Kewalian (mutlak), dan Allah
menutup Kewalian Muhammadiyah. Penutup Kewalian mutlak adalah Isa
Alaihissalaam. Dia adalah Wali dengan Nubuwwah Mutlak, yang kelak turun
di era ummat ini, dimana turunnya di akhir zaman, sebagai pewaris dan
penutup, dimana tidak ada Wali dengan Nubuwwah Mutlak setelah itu. Ia
disela oleh Nubuwwah Syari’at dan Nubuwwah Risalah. Sebagaimana Nabi
Muhammad SAW sebagai Penutup Kenabian, dimana tidak ada lagi Kenabian
Syariat setelah itu, walau pun setelah itu masih turun seperti Isa,
sebagai salah satu dari Ulul ‘Azmi dari para Rasul dan Nabi mulia. Maka
turunnya Isa sebagai Wali dengan Nubuwwah mutlaknya, tertapi aturannya
mengikuti aturan Nabi Muhammad SAW, bergabung dengan para Wali dari
ummat Muhammad lainnya. Ia termasuk golongan kita dan pemuka kita.
Pada mulanya, ada Nabi, yaitu Adam, AS.Dan akhirnya juga ada Nabi, yaitu
Isa, sebagai Nabi Ikhtishah (kekhususan), sehingga Isa kekal di hari
mahsyar ikut terhampar dalam dua hamparan mahsyar. Satu Mahsyar bersama
kita, dan satu mahsyar bersama para Rasul dan para Nabi.
Adapun Penutup Kewalian Muhammadiyah, saat ini (era Ibnu Araby) ada pada
seorang dari bangsa Arab yang memiliki kemuliaan sejati. Saya kenal
ditahun 595 H. Saya melihat tanda rahasia yang diperlihatkan oleh Allah
Ta’ala pada saya dari kenyataan ubudiyahnya, dan saya lihat itu di kota
Fes, sehingga saya melihatnya sebagai Khatamul Wilayah darinya. Dia
adalah Khatamun Nubuwwah Mutlak, yang tidak diketahui banyak orang. Dan
Allah telah mengujinya dengan keingkaran berbagai kalangan padanya,
mengenai hakikat Allah dalam sirrnya.
Sebagaimana Allah menutup Nubuwwah Syariat dengan Nabi Muhammad SAW,
begitu juga Allah menutup Kewalian Muhammady, yang berhasil mewarisi
Al-Muhammadiyah, bukan diwarisi dari para Nabi. Sebab para Wali itu ada
yang mewarisi Ibrahim, Musa, dan Isa, maka mereka itu masih kita
dapatkan setelah munculnya Khatamul Auliya'’Muhammady , dan setelah itu
tidak ada lagi Wali pada Kalbu Muhammad SAW. Inilah arti dari Khatamul
Wilayah al-Muhammadiyah. Sedangkan Khatamul Wilayah Umum, dimana tidak
ada lagi Wali setelah itu, ada pada Isa Alaissalam. Dan kami menemukan
sejumlah kalangan sebagai Wali pada Kalbu Isa As, dan sejumlah Wali yang
berada dalam Kalbu para Rasul lainnya.
Wallahu A’lam bish-Shawab.
lihat sumber :