Pada suatu hari yang cerah, Raja Harun Ar-Rasyid mengalami kejenuhan dan
berencana hendak pergi ke hutan yang terkenal akan keindahannya. Raja
pun mengajak Abu Nawas sebagai pemandu dalam perjalanan tersebut.
"Siap, Paduka Raja," kata Abu Nawas.
Rupanya Abu Nawas tidak keberatan dengan ajakan Rajanya tersebut, dan
berangkatlah mereka ke hutan dengan mengendarai keledai sambil
bercengkerama di sepanjang perjalanan.
Tanpa terasa mereka sudah menempuh hampir seprauh perjalanan dan tibalah
mereka di pertigaan jalan yang jauh dari rumah penduduk. Mereka
berhenti karena ragu, ke arah mana hutan yang dituju. Setahu mereka,
kedua jalan itu memang benar menuju hutan ang mereka tuju, hutan wisata
yang berisi binatang-binatang buas.
Abu Nawas pun angkat bicara.
"Paduka, saya sarankan agar kita tidak usah meneruskan perjalanan."
Kenapa, wahai Abunawas?" kata Paduka Raja.
"Hamba berkata demikian, karena kalau kita salah pilih jalan,
jangan-jangan kita tidak pernah kembali lagi. Bukankah akan lebih
bijaksana kalau kita meninggalkan sesuatu yang meragukan?" jawab Abu
Nawas.
Satu Pertanyaan saja.
Dalam kebimbangan, anak buah Paduka Raja, yang masih merupakan teman Abu Nawas berkata.
Aku pernah mendengar ada dua orang kemnbar yang hidup di semak-semak sebelah sana, " kata Ajudan.
"Apakah engkau mengenalnya?" tanya Abu Nawas.
"Tidak juga, mereka adalah si yang memiliki rupa sangat mirip, yang
satunya selalu berkata jujur dan satunya selalu berkata bohong"
jawabnya.
"Baiklah, kita istirahatu dulu, nanti kita menuju ke rumah si kembar," kata Abu Nawas.
Abu Nawas, Paduka Raja dan prajuritnya kemudian beristirahat sejenak
sambil makin. Seusai makan mereka menuju ke rumah si kembar bersaudara
itu.
Setelah pintu diketok, maka keluarlah salah satu dari mereka.
"Maaf, aku snagat sibuk hari ini, engkau hanya boleh mengajukan satu pertanyaan saja, tidak lebih," katanya.
Abu Nawas pun mendekati salah satu si kembar beda sifat itu dan mulai
menyakan jalan yang menuju hutan yang indah dengan berbisik. Dan salah
satu si kemabr itu pun menjawabnya denga berbisik pula. Setelah itu Abu
Nawas dan rombongan segera pamit untuk meneruskan paerjalanan.
"Paduka Raja, hutan yang kita tuju jalan sebelah kanan," kata ABu Nawas.
"Bagaimana engkau bisa tahu harus ambil jalan arah kanan? Sedangkan kita
tidak tahu apakah orang yang kita tanya tadi orang yang selalu berkata
benar atau berkata berkata bohong?" tanya Paduka Raja.
"Wahai, Paduka, orang yang aku tanyai tadi menunjukkan jalan sebealh kiri," kata Abu Nawas.
Paduka Raja masih juga belum mengerti dengan perkataan Abu Nawas.
"Apa maksudnya?" tanya raja.
"Karena orang itu menunjukkan jalan sebelah kiri?" jawab Abu Nawas.
"COba jelaskan kepadaku," kata Raja.
Tadi aku bertanya ke orang itu,
"Apakah yang akan dikatakan saudaramu bila aku bertanya jalan mana yang
menuju hutan yang indah?" Dan dia menjawab sebelah kiri. Dengan
pertanyaan itu siapapun yang aku tanya entah si kembar yang selalu
berbohong maupaun si kembar yang selalu berkata benar pasti akan
menjawab sebelah kiri.
Jawabannya:
1. Bila yang ditanya tadi orang yang selalu berkata benar.
"Jalan sebelah kiri, karena ia tahu saudara kembarnya akan mengatakan
jalan sebelah kiri sebab ia tahu saudara kembarnya selalu berkata
bohong."
2. Bila yang ditanya tadi orang yang selalu berkata bohong.
"Jalan sebelah kiri, karena ia tahu bahwa saudara kembarnya akan mengatakan sebelah kiri sebab saudaranya selalu berkata benar."
( Mengert tidak ya sob dengan penjelasan Abu Nawas ini. Baca deh berulang2 biar faham.)
Akhirnya rombongan raja itu memilih jalan yang ditunjuk abunawas, tak
lama kemudian masuklah mereka ke dalam hutan yang memiliki pemandangan
yang indah. Raja pun menjadi senang dan memberikan sebuah haidah kepada
AbuNawas.