Di Negerinya kemasyuran, kecerdikan, pengetahuan dan kemashyuran Abu Nawas
telah terdengar sampai seantero penjuru. Selain itu Abu Nawas juga
terkenal dengan perangainya yang alim sebagai seorang ulama. Maka tak
heran banyak orang yang ingin berguru kepadanya dan ingin menjadi
muridnya.
Murid
abu nawas sangatlah banyak. Tidak orang-orang tua, orang muda, laki dan
perempuanpun banyak yang menjadi muridnya. Dari sekian banyaknya murid
Abu Nawas, ada salah seorang murid Abu Nawas yang selalu menanyakan
mengapa Abu Nawas selalu ,engatakan begini dan begitu.
Di
sore hari yang cerah ketika Abu Nawas sedang berkumpul bersama
murid-muridnya, datanglah 3 (tiga) orang tamu dari negeri sebrang yang
menanyakan pertanyaan yang sama kepada Abu Nawas.
Di sela-sela pembicaraan usai Abu Nawas memberikan jamuan kepada tamunya. Salah seorang tamu bertanya kepada Abu Nawas.
"Wahai
Abu Nawas, manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa
besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?" tanya tamu pertama
kepada Abu Nawas.
Abu Nawaspun menjawab "Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil."
"Mengapa demikian?" tanya orang pertama lagi kepada Abu Nawas.
"Sebab dosa-dosa kecil akan lebih mudah diampuni oleh Tuhan." kata Abu Nawas.
Mendengar jawaban Abu Nawas, tamu pertama terlihat puas karena ia yakin memang begitu.
Selang
beberapa saat, tamu kedua yang dari tadi menyimak obrolan Abu Nawas,
bertanya kepada Abu Nawas. Tamu kedua bertanya dengan pertanyaan yang
sama.
"Manakah
yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang
yang mengerjakan dosa-dosa kecil?" tanya tamu kedua kepada Abu Nawas.
"yang lebih utama adalah orang yang tidak mengerjakan keduanya." jawab Abu Nawas singkat.
Dengan penuh rasa penasaran tamu kedua kembali bertanya "Mengapa wahai Abu Nawas?"
"Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan dari Tuhan." kata Abu Nawas.
Mendengar jawaban tersebut Orang kedua langsung bisa mencerna jawaban Abu Nawas.
Selang
beberapa saat setelah tamu pertama dan kedua bertanya barulah tamu
ketiga bertanya. Sama seperti tamu pertama dan kedua, tamu ketigapun
menyakan hal yang sama kepada Abu Nawas.
"Manakah
yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang
yang mengerjakan dosa-dosa kecil?" tanya tamu ketiga.
"Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar." jawab Abu Nawas singkat.
"Mengapa demikian?" tanya orang ketiga.
"Sebab
pengampunan Allah kepada hamba-Nya sebanding dengan besarnya dosa hamba
itu." kata Abu Nawas mencoba menjelaskan pertanyaan tamu ketiga.
Wakaupun dengan jawaban yang beda ternyata orang ketiga menerima aiasan
Abu Nawas.
Setelah
mendapat jawaban dari pertanyaan mereka, akhirnya ketiga tamu tersebut
pamit untuk pulang kepada Abu Nawas. Ketiga tamu tersebut pulang dengan
perasaan puas.
Tinggalah
Abu Nawas dengan murid-muridnya kini. Dan rupanya salah seorang murid
yang banyak menyakan kenapa sang Guru berkaya begini begitu dari tadi
menyimak perbincangan Sang Guru.
Karena rasa penasaran dengan pola pikir sang guru akhirnya si murid mencoba menanyakan kepada Sang Guru.
"Wahai guruku, ada hal yang ingin kutanyakan padamu" tanya si murid kepada Abu Nawas.
"Hal apakah yang ingin kau tanyakan padaku?" jawan Abu Nawas dengan bijak
"Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda?" tanya murid lagi.
Mendengar pertanyaan tersebut, Abu Nawas langsung menjawab pertanyaan muridnya.
"Manusia dibagi tiga tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati." jawab Abu Nawas singkat.
Dengan penuh rasa penasaran si murid kembali bertanya.
"Apakah tingkatan mata itu?" tanya murid Abu Nawas.
"Anak
kecil yang melihat bintang di langit. la mengatakan bintang itu kecil
karena ia hanya menggunakan mata." jawab Abu Nawas mengandaikan.
"Dan tingkatan otak itu?" tanya murid lembali.
"Orang pandai yang melihat bintang di langit. la mengatakan bintang itu besar karena ia berpengetahuan." jawab Abu Nawas.
"Lalu apakah tingkatan hati itu?" tanya murid Abu Nawas.
"Orang
pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit. la tetap mengatakan
bintang itu kecil walaupun ia tahu bintang itu besar. Karena bagi orang
yang mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan
dengan KeMaha-Besaran Allah." jawab abu nawas dengan tenang.
Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda.
beberapa saat kemudia si murid lembali bertanya lagi.
"Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?" tanya si murid dengan rasa penasaran.
"Mungkin." jawab Abu Nawas.
"Mungkinkah, lalu Bagaimana caranya?" tanya murid Abu Nawas ingin tahu.
"Dengan merayuNya melalui pujian dan doa." kata Abu Nawas.
"Ajarkanlah doa itu padaku wahai guru." Pinta murid kepada Abu Nawas.
Doa itu adalah:
"ilahi lastu lil firdausi ahla,
wa la aqwa'alan naril jahiki,
fahabli taubatan waghfir dzunubi,
fa innaka ghafiruz dzanbil 'admi"
Dan arti doa itu adalah:
"Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi penghuni surga,
[tetapi] aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka.
oleh sebab itu terimalah tobatku serta ampunilah dosa-dosaku.
[karena] sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar"