
Kemasyhuran Kisah Ini
Kisah ini
sangat masyhur di negeri nusantara dan mungkin juga di berbagai belahan
bumi Islam lainnya. Banyak komik yang ditulis, lalu dikonsumsi oleh
semua kalangan yang menggambarkan bagaimana bejatnya perbuatan khalifah
ini beserta teman karibnya Abu Nuwas. Sehingga kalau disebut di kalangan
orang banyak tentang Harun Al Rasyid, maka yang terbetik dalam bayangan
mereka adalah gambaran raja tanpa wibawa yang suka main musik dan
wanita diiringi dengan minum khamr (minuman keras). Jarang sekali di
antara kaum muslimin mengetahui siapa sebenarnya Khalifah Harun Al
Rasyid kecuali dari cerita yang beredar ini.
Akar Cerita
Asal-usul
utama cerita ini bersumber dari sebuah buku dongengg Alfu Lailatin wa
Lailah (cerita seribu satu malam). Buku ini dari lembar pertama sampai
terakhir hanyalah berisi dongengg. Dan yang namanya “dongengg” berarti
ia tidak punya asal-usul sanad yang terpercaya. Isinya pun hanyalah
khayalan belaka; misalnya, cerita tentang Ali Baba dengan perampok,
ksiah Aladin dengan lampu ajaibnya, begitu pula cerita tentang Abu Nuwas
dengan Harus Al Rasyid.
Buku ini
asal-usulnya adalah dongeng yang berasal dari bangsa India dan Persia.
Lalu dialihbahasakan ke dalam bahasa Arab pada sekitar abad ketiga
Hijriah. Kemudian ada yang menambahi beberapa ceritanya sehingga sampai
masa Daulah Mamalik.
Buku ini sama sekali bukan buku sejarah, dan sama sekali tidak bisa menjadi landasan untuk mengetahui keadaan umat tertentu.
Oleh karena
itu, para ulama sepakat untuk men-tahdzir (memperingatkan) atas buku ini
dan melarang umat untuk membaca dan menjadikannya sebagai landasan
sejarah. Di antara mereka adalah Al-Ustadz Anwar Al Jundi yang berkata,
“Buku Alfu Lailatin wa Lailah adalah sebuah buku yang campur baur tanpa
penulis. Buku ini disusun dalam rentang waktu yang bermacam-macam.
Kebanyakan isinya menggambarkan tentang keadaan sosial masyarakat
sebelum kedatangan Islam di negeri persia, India, dan berbagai negeri
paganis lainnya.” Ibnu Nadim dalam Al-Fahrosat berkata tentang buku ini,
“Itu adalah buku yang penuh dengan kedunguan dan kejelekan.”
Dan masih
banyak lainnya. Silakan melihat apa yang dipaparkan oleh Syaikh Masyhur
Hasan Salman dalam Kutubun Hadzdzara minha Ulama, 2:57.
Syaikh Shalih
Al Fauzan pernah ditanya, “Sebagian buku sejarah terutama buku Alfu
Lailatin wa Lailah menyebutkan bahwa Khalifah Harun Al Rasyid adalah
seorang yang hanya dikenal sebagai orang yang suka bermain-main, minum
khamr dan lainnya. Apakah ini benar?”
Beliau
menjawab: “Ini adalah kedustaan dan tuduhan yang dihembuskan ke dalam
sejarah Islam. Buku Alfu Lailatin wa Lailah adalah sebuah buku yang
tidak boleh dijadikan sandaran. Tidak selayaknya seorang muslim
menyia-nyiakan waktunya untuk menelaah buku tersebut. Harun Al Rasyid
dikenal sebagai orang yang Shalih dan istiqomah dalam agamanya, serta
sungguh-sungguh dan bagus dalam mengatur masyarakatnya. Beliau satu
tahun menunaikan haji dan tahun berikutnya berjihad. Ini adalah sebuah
kedustaan yang terdapat ke dalam buku ini. Tidak layak bagi seorang
muslim untuk membaca buku kecuali yang ada faidahnya, seperti buku
sejarah yang terpercaya, buku tafsir, hadis, fiqih, dan aqidah yang
dengannya seorang muslim akan bisa mengetahui urusan agamanya. Adapun
buku yang tidak berharga, tidak selayaknya seorang muslim terutama
penuntut ilmu menyia-nyiakan waktunya dengan membaca buku seperti itu.”
(Nur Ala Darb, Fatawa Syaikh Shalih Fauzan Hal. 29)
Hakikat Cerita Ini
Dari
keterangan di atas, tiada lagi keraguan bahwa kisah tentang Khalifah
Harun Al Rasyid seperti yang digambarkan tadi adalah sebuah kedustaan.
Banyak sekali para ulama yang menyatakan bahwa itu adalah sebuah
kedustaan, di antara mereka ialah:
- Syaikh Shalih Fauzan, sebagaimana nukilan dari beliau di atas.
-
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin, beliau berkata: “Ini
merupakan kedustaan yang jelas dan kezaliman yang nyata…” (Fatawa
Islamiyyah, 4:187)
-
Syaikah Salim bin Id Al-Hilali berkata, “Kita harus membersihkan
sejarah Islam dari hal-hal yang digoreskan oleh para pemalsu dan
pendusta beserta cucu-cucu mereka bahwa sejarah Islam merupakan panggung
anak kecil, musik, dan nyanyian. (Mereka gambarkan) para khalifah kaum
muslimin sebagaimana yang dilakukan oleh para perusak tersebut dalam
menodai sejarah Khalifah Harun Al Rasyid dan yang lain.” (Al-Jama’at
Islamiyyah, Hal. 430)
Atas dasar
ini, maka alangkah baiknya kalau kita sedikit mengetahui perjalanan
hidup kedua orang ini, agar kita bisa mengetahui siapa sebenarnya Abu
Nuwas juga siapa dan bagaimana sebenarnya Khalifah Harun Al Rasyid.
Siapakah Abu Nuwas (Abu Nawas)?
Dia adalah Abu Ali Hasan bin Hani’ al-Hakami, seorang penyair yang sangat masyhur pada zaman Bani Abbasiyyah.
Kepiawaiannya
dalam menggubah qoshidah syair membuat dia sangat terkenal di berbagai
kalangan, sehingga dia dianggap sebagai pemimpin para penyair di
zamannya.
Namun amat
disayangkan, perjalanan hidupnya banyak diwarnai dengan kemaksiatan, dan
itu banyak juga mewarnai syair-syairnya. Sehingga saking banyaknya dia
berbicara tentang masalah khamr, sampai-sampai kumpulan syairnya ada
yang disebut khamriyyat.
Abu Amr
Asy-Syaibani berkata, “Seandainya Abu Nuwas tidak mengotori syairnya
dengan kotoran-kotoran ini, niscaya syairnya akan kami jadikan hujjah
dalam buku-buku kami.”
Bahkan
sebagian orang ada yang menyebutnya sebagai orang yang zindiq meskipun
pendapat ini tidak disetujui oleh sebagian ulama. Di antara yang tidak
menyetujui sebutan zindiq ini untuk Abu Nuwas adalah Imam Al-Hafizh Ibnu
Katsir dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah (14:73), ketika menyimpulkan
tentang kehidupan Abu Nuwas beliau berkata, “Kesimpulannya, para ulama
banyak sekali menceritakan peristiwa kehidupannya, juga tentang
syair-syairnya yang mungkar, penyelewengannya, kisahnya yang berhubungan
dengan masalah khamr, kekejian, suka dengan anak-anak kecil yang
ganteng serta kaum wanita sangat banyak dan keji, bahkan sebagian orang
menuduhnya sebagai pezina. Di antara mereka juga ada yang menuduhnya
sebagai seorang yang zindiq. Di antara mereka ada yang berkata: ‘Dia
merusak dirinya sendiri.’ Hanya saja, yang tepat bahwa dia hanyalah
melakukan berbagai tuduhan yang pertama saja, adapun tuduhan sebgian
orang yang zindiq, maka itu sangat jauh dari kenyataan hidupnya,
meskipun dia memang banyak melakukan kemaksiatan dan kekejian.”
Akan tetapi,
walau bagaimanapun juga disebutkan dalam buku-buku sejarah bahwa dia
bertaubat di akhir hayatnya; semoga memang demikian dan menunjukkan
taubatnya adalah sebuah syair yang ditulisnya menjelang wafat:
Ya Allah, jika dosaku teramat sangat banyak
namun saya tahu bahwa pintu maaf-Mu lebih besar
Saya berdoa kepada-Mu dengan penuh tadharru’ sebagaimama Engkau perintahkan
Lalu jika Engkau menolak tangan permohonanku, lalu siapa yang akan merahmati-ku
Jika yang memohon kepada-Mu hanya orang yang baik-baik saja
Lalu kepada siapakah orang yang jahat akan memohon
Saya tidak mempunyai wasilah kepada-Mu kecuali hanya sebuah pengharapan
Juga bagusnya pintu maaf-Mu kemudian saya pun seorang yang muslim
Semoga Allah
menerima taubatnya dan memaafkan kesalahannya, karena bagaimanapun juga
dia mengakhiri hidupnya dengan taubat kepada Allah. Dan semoga kisah
yang diceritakan oleh Ibnu Khalikan dalam Wafyatul-A’yan 2:102 benar
adanya dan menjadi kenyataan. Beliau menceritakan dari Muhammad bin Nafi
berkata, “Abu Nuwas adalah temanku, namun terjadi sesuatu yang
menyebabkan antara aku dengan dia tidak saling berhubungan sampai aku
mendengar berita kematiannya. Pada suatu malam aku bermimpi bertemu
dengannya, kukatakan, ‘Wahai Abu Nuwas, apa balasan Allah terhadapmu?’
Dia menjawab, ‘Allah mengampuni dosaku karena beberapa bait syair yang
kututlis saat aku sakit sebelum wafat, syair itu berada di bawah
bantalku.’ Maka saya pun mendatangi keluarganya dan menanyakan bantal
tidurnya dan akhirnya kutemukan secarik kertas yang bertuliskan: … (lalu
beliau menyebutkan bait syair di atas).”
Setelah
mengetahui sekelumit tentang Abu Nuwas, marilah kita beranjak utuk
membahas siapakah sebenarnya Khalifah Harun Al Rasyid.
Beliau adalah
Amirul-Mukminin Harun Al Rasyid bin Mahdi al-Qurasyi al-Hasyimi. Beliau
adalah salah satu Khalifah Bani Abbasiyyah, bahkan pada masa beliaulah
Bani Abbasiyyah mencapai zaman keemasannya.
Beliau dikenal
sebagai raja yang dekat dengan ulama, menghormati ilmu, dan banyak
beribadah serta berjihad. Disebutkan dalam berbagai buku sejarah yang
terpercaya bahwa beliau selalu berhaji pada suatu tahun dan tahun
berikutnya berjihad, begitulah seterusnya.
Al-Hafizh Ibnu
Katsir berkata, “Perjalanan hidup beliau sangat bagus. (Beliau) seorang
raja yang paling banyak berjihad dan menunaikan ibadah haji. Setiap
hari beliau bershodaqoh dengan hartanya sendiri sebanyak seribu dirham.
Kalau pergi haji beliau juga menghajikan seratus ulama dan anak-anak
mereka, dan apabila beliau tidak pergi haji, maka beliau menghajikan
tiga ratus orang. Beliau suka sekali bershodaqoh. Beliau mencintai para
ulama dan pujangga. Cincin beliau bertuliskan kalimat La ilaha ilallah,
beliau mengerjakan shalat setiap harinya seratus rakaat sampai meninggal
dunia. Hal ini tidak pernah beliau tinggalkan kecuali kalau sedang
sekit.” (Al-Bidayah wa Al-Nihayah, 14:28)
Imam
Adz-Dzahabi berkata, “Ammar bin Laits al-Wasithi berkata, ‘Saya
mendengar Fudhail bin Iyadh berkata, ‘Tidak ada kematian seorang pun
yang lebih memukul diriku melebihi kematian Amirul-Mukminin Harun Al
Rasyid. Sungguh saya ingin seandainya Allah menambah umurnya dengan sisa
umurku.’ Ammar berkata, ‘Perkataan beliau ini terasa berat bagi kami,
namun tatkala Harun telah meninggal dunia, muncullah fitnah, khalifah
setelahnya yaitu Al-Makmun memaksa orang-orang untuk meyakini bahwa
Alquran makhluk. Saat itu kami mengatakan, ‘Syaikh (Fudhail) lebih
mengetahui tentang apa yang beliau katakan’.”
Beliau sangat
keras terhadap orang yang menyimpang dari sunah dan berusaha
menentangnya. Pada suatu ketika Abu Mu’awiyah menceritakan kepada beliau
sebuah hadis dari Abu Hurairah bahwa Nabi Adam dan Musa berdebat, maka
paman Khalifah Harun Al Rasyid berkata, “Wahai Abu Mu’awiyyah, kapan
keduanya bertemu?” Maka Khalifah sangat marah seraya berkata, “Apakah
engkau menentang hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Ambilkan sebilah pedang dan tempat pemotongan kepala.” Maka segeralah
yang beliau minta itu didatangkan. Orang-orang yang hadir saat itu pun
memintakan maaf untuk paman beliau tersebut. Berkatalah Harun Al Rasyid,
“Ini adalah perbuatan zindiq.” Akhirnya beliau memerintahkan untuk
memenjarakannya. Sebagian orang juga pernah bercerita, “Saya masuk
menemui Harun Al Rasyid dan saat itu ada seseorang yang barusan
dipenggal kepalanya dan algojo sedang membersihkan pedangnya. Maka Haru
Al Rasyid berkata, ‘Saya membunuhnya karena dia berkata bahwa Alquran
itu makhluk’.”
Beliau sangat
mencintai nasihat yang mengingatkan diri pada hari akhirat. Al-Ashma’i
berkata, “Pada satu hari Harun Al Rasyid memanggilku. Saat itu dia
menghiasi istana, membuat hidangan yang banyak dan lezat, lalu dia
memanggil Abu Al-Atahiyyah, lalu Harun berkata kepadanya, “Sifatilah
kenikmatan dan kesenangan hidup kami.” Maka Abu Al Athiyah
menyenandungkan sebuah syair:
Hiduplah semaumuDi bawah naungan istana nan megahmuEngkau berusaha mendapatkan apa yang engkau senangiBaik pada waktu sore maupun pagiNamun, apabila jiwa tersengal-sengalKarena sempitnya pernapasan dalam dadaSaat itu berulah engkau tauBahwa selama ini engkau sedang tertipu
Harun Al
Rasyid pun langsung menangis sejadi-jadinya, sehingga Fadhi bin Yahya
berkata, “Amirul-Mukminin memanggilmu agar engkau bisa membuatnya
senang, tetapi engkau malah membuatnya susah.” Maka Harun Al Rasyid
berkata, “Biarkan dia, dia melihat kita sedang kebutaan dan dia tidak
ingin kita semakin buta.”
Suatu saat
lainnya, Harun Al Rasyid memanggil Abu Al Atahiyyah lalu berkata,
“Nasihatilah saya dengan sebuah bait syair.” Maka Abu Al Athiyah
berkata,
Jangan engkau merasa aman dari kematian sekejap mata punMeski engkau mempunyai para penjaga dan para pasukanKetahuilah bahwa panah kematian pasti tepat sasaranMeski bagi yang membentengi diri darinyaEngkau ingin selamat namun tidak mau mengikuti jalannyaBukankan sebuah bahtera tidak akan mungkin berlayar di jalan rayaBegitu mendengarnya, Harun Al Rasyid pun langsung jatuh pingsan.
Inilah sekilas
tentang kehidupan Khalifah Harun Al Rasyid meskipun kita mengakui bahwa
sebagai manusia biasa beliau pun banyak memiliki cacat dan kemaksiatan.
Namun keutamaan dan kebaikan beliau jauh melebihi cacat yang beliau
kerjakan. Sampai-sampai Syaikh Abu Syauqi Khalil menulis buku berjudul
Harun Al Rasyid Amirul-Khulafa wa Ajallu Mulukid-Dunya (Harun Al Rasyid
Pemimpin Para Khalifah dan Raja Dunia Teragung) yang mana buku ini
banyak dipuji oleh Syaikh Masyhur Salman dalam beberapa tempat di dalam
buku Kutubun Hadzdzara minha Ulama.dari sumber :