Abu nawas sangatlah
di kenal oleh berbagai negara khususnya di indonesia ini, sahabat semua
tentu pernah mendengar tentang nama abu nawas si cerdik yang dimana di
saat saya masih kecil istilah nama tersebut saya ketahui dengan kisah
1001 malamnya. alkisah yang di ceritakan juga sangat menghibur sehingga
memang sangat pantas sekali jika kita sebut sebagai Cerita Lucu.
pada
kesempatan kali ini saya akan berbagi informasi tentang salah satu
cerita abu nawas, sebut saja judul yang di ceritakannya tentang
menangkap angin. dalam kisah ini sahabat akan menemukan kecerdikan si
abu nawas yang menuruti perintah seorang raja.
biar
sahabat semua penasaran dengan apa yang di lakukan oleh abu nawas dalam
kisahnya kali ini maka saya juga tidak akan panjang lebar menjelaskan
tentang isi makna dari kisah menangkap angin. alur cerita yang di
bawakan sangatlah singkat namun cukup menghibur hati karena bernuansa
lucu. dan berikut ini saya sampaikan ceritanya.
Abu Nawas Menangkap Angin
Abu Nawas kaget bukan main ketika
seorang utusan Baginda Raja datang ke rumahnya. Ia harus menghadap
Baginda secepatnya. Entah permainan apa lagi yang akan dihadapi kali
ini. Pikiran Abu Nawas berloncatan ke sana kemari. Setelah tiba di
istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman.
"Akhir-akhir
ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena
serangan angin." kata Baginda Raja memulai pembicaraan.
"Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil." tanya Abu Nawas.
"Aku
hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya." kata
Baginda. Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari
mulutnya. Ia tidak memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti,
tetapi ia bingung bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu
memang benar-benar angin.
Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak
ada benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti halnya air walaupun
tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak. Baginda
hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas
pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak
begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya,
bahkan merupakan suatu kebutuhan. Ia yakin bahwa dengan berpikir akan
terbentang jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihariapi. Dan dengan
berpikir pula ia yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain
yang membutuhkan terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu
Nawas menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas
kecerdikannya.
Tetapi
sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap
angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang
telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu Nawas
benar - benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap. Mungkin sudah
takdir; kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman karena gagal
melaksanakan perintah Baginda, Ia berjalan gontai menuju istana. Di
sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan
lampu wasiatnya.
"Bukankah jin itu tidak terlihat?" Abu Nawas
bertanya kepada diri sendiri. ia berjingkrak girang dan segera berlari
pulang. Sesampai di rumah ia secepat mungkin menyiapkan segala
sesuatunya kemudian manuju istana. Di pintu gerbang istana Abu Nawas
langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal karena Baginda sedang
menunggu kehadirannya. Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya
kepada Abu Nawas.
"Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas? "
"Sudah
Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil
mengeluarkan botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan
botol itu. Baginda menimbang-nimang batol itu.
"Mana angin itu, hai
Abu Nawas?" tanya Baginda. Di dalam, Tuanku yang mulia." jawab Abu Nawas
penuh takzim. "Aku tak melihat apa-apa." kata Baginda Raja.
"Ampun
Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu
angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu." kata Abu Nawas
menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka. Baginda mencium bau busuk. Bau
kentut yang begitu menyengat hidung.
"Bau apa ini, hai Abu Nawas?"
tanya Baginda marah. "Ampun Tuanku yang mulia, tedi hamba buang angin
dan hamba. masukkan ke dalam botol. Karena hamba takut angin yang hamba
buang itu keluar maka hamba memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut
botol." kata Abu Nawas ketakutan.
Tetapi Baginda tidak jadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk akal. "Heheheheh kau memang pintar Abu Nawas."
Tapi... jangan keburu tertawa dulu, dengar dulu apa kata Abu Nawas. "Baginda...!"
"Ya Abu Nawas!"
"Hamba sebenarnya cukup pusing memikirkan cara melaksanakan tugas memenjarakan angin ini."
"Lalu apa maksudmu Abu Nawas?"
"Hamba. minta ganti rugi."
"Kau hendah memeras seorang Raja?"
"Oh, bukan begitu Baginda."
"Lalu apa maumu?"
"Baginda harus memberi saya hadiah berupa uang sekedar untuk bisa belanja dalam satu bulan."
"Kalau tidak?" tantang Baginda.
"Kalau tidak... hamba akan menceritakan kepada khalayak ramai bahwa Baginda telah dengan sengaja mencium kentut hamba!"
"Hah?" Baginda kaget dan jengkel tapi kemudian tertawa terbahak-bahak. "Baik permintaanmu kukabulkan!"
cerita di atas merupakan salah satu
kecerdikan dari abu nawas, namun jangan sahabat turuti tentang memasukan
kentut ke botol ya,, bahaya nanti. bisa - bisa pingsan lagi orang yang
mencium kentut dari sahabat.. hahaha